Sebagai negara pantai, sesuai UNCLOS 1982, Indonesia memiliki hak untuk eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam di ZEEI. Bahwa sumberdaya alam di ZEEI apabila dikuantivikasi menjadi nilai moneter, sudah pasti nilainya sangat tinggi dan apabila dimanfaatkan optimal akan dapat mensejahterakan rakyat Indonesia. Sayangnya paradok yang terjadi, yaitu sumberdaya alam di ZEEI melimpah, namun sebagian besar masyarakat masih miskin. Sebutan Indonesia sebagai negara megabiodiversity atau sebagai poros maritim dunia, seringkali hanya dijadikan jargon dan minim realisasi untuk eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam di ZEEI. Kondisi ini menyebabkan Indonesia sering dianggap tidak mampu mengelola sumberdaya alam di laut dalam bentuk bisnis yang menguntungkan. Tentu ini bisa menjadi ancaman, sehingga menjaga eksistensi Indonesia sebagai negara di ZEEI sangat penting. Diperlukan investasi yang tinggi untuk memanfaatkannya, namun apakah hukum investasi Indonesia telah mampu mengatur untuk menangkap peluang dalam UNCLOS 1982 tersebut? Roscoe Pound seorang ahli hukum mengemukakan bahwa fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial (as a tool of social engineering), bahwa hukum bisa mengatur manusia dan kehidupan sosial. Bahasan pada buku ini, ditekankan pada fakta bahwa hukum investasi Indonesia tidak mampu menangkap peluang untuk eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam di ZEEI dan sesuai hasil kajian bahwa harmonisasi hukum investasi Indonesia dan UNCLOS 1982 urgent dilakukan. Bahasan buku ini secara lengkap juga mengupas tuntas investasi dan hukum investasi di Indonesia, serta kekayaan sumberdaya alam di ZEEI yang harus dieksplorasi dan dieksploitasi untuk kesejahteraan rakyat dan eksistensi Indonesia.