Buku ini membahas disharmoni antara desa adat, pemerintah daerah, dan usaha perjalanan wisata dalam mengelola daya tarik wisata di Bali, yang berdampak pada kehidupan ekonomi, sosial, budaya, teologis, dan ekologis. Banyak situs dan tinggalan arkeologi yang dijadikan destinasi wisata belum dikelola dengan baik, terbukti dari kesenjangan antara harapan ideal dan kenyataan di lapangan.

Dalam pengelolaan daya tarik wisata berbasis desa adat, sangat penting memprioritaskan masyarakat lokal agar mereka dapat menikmati keuntungan dari aktivitas pariwisata yang dikembangkan di wilayah tersebut. Ketika kesejahteraan masyarakat lokal diperhatikan, mereka akan berpartisipasi dan terlibat sepenuh hati dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata di daerahnya.

Peran masyarakat lokal dalam pengembangan destinasi wisata sangat dipengaruhi oleh karakteristik daerah dan penduduk setempat. Perilaku sosial budaya masyarakat lokal memengaruhi dampak pariwisata dan menentukan bentuk partisipasi mereka dalam pembangunan pariwisata di wilayahnya. Ketika pembangunan pariwisata memperhatikan kriteria kesinambungan—yaitu bertahan lama secara ekologi, memperoleh manfaat ekonomi, dan memberikan keadilan secara etika dan sosial kepada masyarakat lokal—maka masyarakat di daerah itu akan berpartisipasi dengan sungguh-sungguh.

Di mana pun, pembangunan pariwisata harus selalu diarahkan untuk memperkuat warisan budaya dan tradisi masyarakat lokal. Masyarakat lokal harus diberi kesempatan untuk bersama-sama dengan pemerintah dan industri pariwisata menentukan strategi pemeliharaan destinasi wisata dan tingkat kepuasan wisatawan berdasarkan prinsip kesinambungan.